Muruah adalah bahasa melayu artinya harga diri/kehormatan. Saya bisa
katakan bahwa muruah adalah izzah yang harus dijaga. Adapun izzah
perempuan dalam islam jelas sangat ditinggikan dan dimuliakan. Namun,
terkadang kita terkecoh dengan makna izzah yang melekat pada diri
seorang muslimah.
Okelah kalau saya bisa mengatakan bahwa izzah muslimah zaman sekarang
–terutama yang awam- sudah hilang ditelan bumi. Namun, yang mau saya
bahas dan kritik ialah izzahnya seorang akhwat.
Tulisan ini adalah bentuk kesedihan saya terhadap pemahaman Akhwat
yang agaknya sudah dipertanyakan ketaqwaan dan kewara’annya, hingga yang
tersisa hanya jilbab pembungkus badan. Hati di dalam pun patut
dipertanyakan. Simak Kisah berikut:
Diliriknya jam di tangan kirinya, kemudian melangkah cepat ke sebuah
mushala kecil di sudut kampus. Ternyata di sana sudah ada seorang ikhwan
yang menunggu. Dengan nafas setengah terengah-engah, ia mencoba
menenangkan diri dan berkata kepada si ikhwan”.
“Afwan, ana tadi ada syuro dadakan di LDK,..jadi agak telat” katanya ringkas sambil menundukkan pandangan.
“tidak apa-apa ukh,.” Ane juga baru datang” Ikhwan itu menyambut.
“Syukron” jawabnya lega.
“Yang lain apakah tidak hadir?” tanyanya keheranan.
“sepertinya tidak ada yang datang selain kita saja, ane tadi sudah cek, semuanya izin” jawab ikhwan mantap.
“jadi, bagaimana?” akhwat bertanya lagi.
“bagaimana kalau kita tetap adakan syuro, ini darurat dan amanah” usul ikhwan.
“Baiklah, apa agendanya..bla….bla….bla….” cerocos akhwat
Ya, begitulah. Siang itu mereka berdua berdiskusi panjang tentang
‘kiprah dakwah’ di kampus tercinta. Walau diselingi canda dan tawa.
Mereka berijtihad bahwa itu tidak apa.
Keesokkan harinya, ikhwan dan akhwat kembali bertemu untuk
bermusyawarah. Namun, kali ini tempat dan suasana yang agak berbeda.
Yakni di Sekretariat BEM Kampus mereka. Wajar, mereka selain di Rohis,
juga aktif di Kelembagaan lain. Alasannya karena amanah dakwah.
Semua anggota BEM dan struktur organisasinya terlihat hadir di
ruangan 4 m x 3,5 m itu. Ruangan cukup pengap dan gelap walau sudah
pakai philips. Disana terdapat satu unit komputer multimedia,
kardus-kardus, air minum, dan segala peralatan keorganisasian yang
lengkap, namun sayangnya tidak ada hijab antara laki-laki dan perempuan.
Maklum, kampus ini bukan kampus islam, ini kampus sains sekuler.
Terlihat yang hadir kebanyakan adalah wanita berjilbab ‘gondrong’ dan
beberapa laki-laki berjenggot tipis berdahi sedikit lecet. Nampaknya,
mereka adalah ikhwan & akhwat. Hanya segelintir saya yang terlihat
memakai baju agak ketat dan bercelana levis. Mungkin itu bukan ikhwan
& akhwat. Pasti orang awam.
Musyarawah mingguan BEM pun dimulai. Ooopss, ada yang aneh ternyata!!
Owh, ternyata secara tiba-tiba memang ikhwan & akhwat berganti
‘mahdzab’. BNuktinya sudah tidak ada lagi hijab, tidak ada lagi ghadul
bashar, semua lepas bebas, tercekik oleh setan yang ketawa melihat
‘gaya’ mereka yang baru.
Seminggu kemudian, pada agenda yang sama, ternyata tidak ada orang
yang awam di dalam ruangan BEM itu. Semuanya dipastikan adalah Ikhwan
dan akhwat. Waktu pun menggiring mereka untuk memulai musyawarah. Tapi
lagi-lagi mereka keukeuh memakai gaya BEM yang konvensional daripada
gaya syari’ah dalam bermu’asyaroh. Waduh, waduh…
***
Kisah di atas hanya segelintir dari embrio tarbiyah yang sedang
tumbuh subur di kampus-kampus. Masih banyak hal-hal yang dipertanyakan
secara syar’i mengenai tindakan yang dilakukan aktivis dakwah kampus
(ADK).
Fokus kepada masalah kita. Kita harus benar-benar menyadari bahwa
muruah akhwat telah dirajam dengan rentetetan batu-batu agenda harian,
yang mereka fikir adalah dakwah dan amanah.
Itulah kenapa, bila seseorang tidak belajar islam secara benar
menurut salafussalih dengan metode yang benar, akan mudah terjerumus
dengan pemikiran (fikroh) dan harakah islamiyah, sedang mereka belum
cukup dewasa menimbang-nimbang hakikat dari islam. Dengan alasan dakwah,
semua dibabat habis. Mulai yang makruh hingga yang haram, serta dengan
mudahnya mengambil ijtihad yang ringan.
Saya belum menceritakan bagaimana runtuhnya muruah Akhwat yang photo
close-up nya dipajang di jalan-jalan sebagai caleg partai. Dan saya
belum mengungkapkan bagaimana hilangnya muruah seorang akhwat ketika
mereka ikut turun ke jalan/demonstrasi dengan alasan fii sabilillah. Faghfirlana ya Rabb…
sumber http://muhammadramahray.blogspot.com/2012/09/pudarnya-muruah-akhwat.html
sumber http://muhammadramahray.blogspot.com/2012/09/pudarnya-muruah-akhwat.html
Comments
Post a Comment