MENYINGKAP RAHASIA KEBERHASILAN DAKWAH RASULULLAH S.A.W.
Sering kali kita tercengang melihat keberhasilan dakwah Rasulullah
s.aw., yang dengan segala keterbatasannya sanggup melakukan perubahan
revolusioner, bukan hanya pada tatanan sosial umat pada saat itu, tetapi
juga ketika menancapkan fondasi kokoh pada pribadi-pribadi muslim yang
berkesanggupan untuk melanjuntukan estafeta dakwah perjuangan beliau.
Kini,
dan tentu saja di masa depan, kita pun akan tetap bisa melihat
jejak-jejak keberhasilan dakwah beliau hingga akhir zaman. Dan
pertanyaan yang selalu ada di benak kita: “apa kiat-kiat beliau dalam
berdakwah, dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di balik kiat-kiat
itu?”
Mukadimah
Bila kita perhatikan dengan seksama, faktor-faktor objektif yang
melatarbelakangi keberhasilan dakwah Rasulullah s.a.w. telah banyak
dikemukakan oleh para pengamat sosial-keagamaan. Terdapat bukti historis
yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa tidak ada variabel yang sangat
spesifik yang menjadi penyebab keberhasilan dakwah Rasulullah s.a.w..
Instrumen dan lingkungan sosialnya bahkan tidak cukup kondusif untuk
melahirkan perubahan. Tatapi, bila kita cermati faktor subjektifnya,
maka kita akan menemukan variabel pengikatnya yang cukup dapat
diperhitungkan untuk menciptakan perubahan signifikan. Yang paling utama
adalah syakhshiyyah (kepribadian) beliau sebagai da’i.
Potret kepribadian beliau dinyatakan oleh Allah sebagai “uswah hasanah”[1].
Menyangkut firman-Nya yang menyatakan bahwa beliau (Rasulullah s.aw.)
merupakan uswah hasanah, dalam hal ini dapat dipahami bahwa beliau
menjadi qudwah shâlihah fî kulli al-umûr (teladan terbaik dalam semua
aspek). Sementara ‘Aisyah r.a., ketika ditanya tentang akhlak
Rasulullah.s.aw., beliau menjawabnya dengan rigkas: “khuluquhu al-Qurân”[2].
Dari kedua sumber otentik tersebut, dapatlah kita simpulkan bahwa
faktor subjektif yang menyangkut kepribadian beliaulah yang semestinya
lebih dicermati. Karena, dalam banyak hal, persyaratan kepribadian
inilah yang sering luput dari perhatian kita untuk pelaku dakwah.
Sementara, kita lebih banyak mecermati hal-hal teknis dan manajerial
yang hingga saat ini masih menjadi pusat perhatian dari lembaga-lembaga
dakwah.
Dalam teori keberagamaan, kematangan sesorang dalam beragama dapat
diukur dari lima dimensi: (1) Pengetahuan (Intellectual Involvement);
(2) Keyakinan (Ideological Involvement); (3) Pengalaman (Experiential
Involvement); (4) Pengamalan (Ritual Involvement); dan (5) Konsekuensi
(Consequential Involvement). Yang masing-masing mencirikan keberadaan
setiap pemeluk agama, dengan tingkat kematangan masing-masing. Dalam hal
ini, Rasulullah s.a.w. telah memenuhi lima kualifikasinya secara
komprehensif. Dan dari kematangannya itulah tertuang rangkaian kata:
uswah hasanah dan khuluquhu al-Qurân untuk beliau.
1. Isti’âb dalam Kepribadian Rasulullah s.a.w.
Isti’âb adalah adalah bagian dari kompetensi da’i untuk menarik
audience (pribadi dan atau kelompok yang didakwahi), dan merekrut
mereka.
Da’i yang berhasil adalah da’i yang mampu masuk dan dapat
mempengaruhi setiap manusia, dengan pemikiran dan dakwahnya, sekalipun
kecenderungan, karakter, dan tingkatan mereka beragam. Disamping mampu
menarik sejumlah besar manusia dan mampu menampung mereka baik dalam
tataran pemikiran ataupun pergerakan.
Jadi isti’âb merupakan kemampuan individu, kelayakan akhlak, sifat
keimanan, dan karunia Ilahiyah, yang membantu para da’i dan menjadikan
mereka poros bagi masyarakat, sehngga mereka senantiasa berputar dan
berkerumun di sekitarnya.
2. Tingkat Kemampuan
Tingkatan isti’âb seorang da’i berbeda-beda, namun seorang da’I
dituntut untuk memiliki batas minimal kemampuan isti’âb, agar bisa
produktif dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bukan mendatangkan
kemudharatan dan tidak mendatangkan manfaat sama sekali, bahkan
menjadikan orang-orang disekelilingnya lari.
Tingkatan-tingkatan kemampuan dalam isti’âb disyaratkan oleh sebuah
hadis: ”perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya Allah mengutusku
adalah bagaian hujan yang turun ke bumi. Maka ada bagian bumi yang baik,
ia menerima air hujan itu dengan baik lalu menumbuhkan tanaman dan
rerumputan yang banyak. Ada juga bagian bumi yang menahan air, lalu
Allah memberikan manfaat kepada manusia dengan air yang disimpannya,
sehngga mereka bisa minum dan menyirami tanaman dari air tersebut.
Bagian lainnya adalah padang tandus, ia sama sekali tidak bisa menyimpan
air dan juga tidak menumbuhkan apa pun. Demikian itu adalah perumpamaan
orang yang diberi kepahaman dalam agama, lalu ia dapat memanfaatkan apa
yang aku bawa itu, hingga ia senantiasa belajar dan mengajarkan apa
yang ia pahami. Dan perumpamaan orang yang sama sekali tidak ambil
peduli dan tidak mau menerima petunjuk Allah yang aku sampaikan”. (HR
Bukhari Muslim)
3. Isti’âb dan Keberhasilan Dakwah
Tidak akan ada keberhasilan dakwah tanpa kemampuan isti’âb karena
keberhasilan ditandai dengan kemampuan da’i untuk menarik
sebanyak-banyaknya masyarakat kepada Islam dan pergerakan yang ada,
sehngga mampu merealisasikan sasaran-sasarannya. Jika da’i tidak
mempunyai isti’âb maka dakwah akan mandul dan pergerakannya akan
terbatas, hingga Allah mendatangkan para da’i dan kader yang sangat
berpengaruh dan mampu menarik masyarakat. Atau Allah akan
menggantikannya dengan ”dakwah” yang lain yang tidak sama dengannya.
Inilah sunnatullah yang akan terus berlaku:
Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah
terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati
perubahan pada sunnah Allah.(QS al-Ahzab [33]: 62)
Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan Karena rencana (mereka)
yang jahat. rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang
merencanakannya sendiri. tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu.[3]
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi
sunnah Allah itu. (QS Fathir [35]: 43)
4. Isti’âb Eksternal dan Internal
Isti’âb Eksternal adalah penguasaan terhadap orang-orang yang berada
di luar dakwah, di luar pergerakan dan di luar organisasi. Atau
orang-orang yang belum bergabung. Sedang isti’âb Internal adalah
penguasaan terhadap orang-orang yang berada di dalam organisasi, yakni
mereka yang telah bergabung ke dalam Jama’ah dan pergerakan.
Keberhasilan seorang da’i sangat terkait dengan kemampuan untuk
menguasai keduanya, karena tidak ada gunanya pengguasaan terhadap
masyarakat di luar tanzhîm (jamaah) tanpa dibarengi dengan penguasaan
terhadap masyarakat yang ada dalam tanzhîm.
Tuntutan yang harus dipenuhi para da’i dalam proses isti’âb dan
rekruitmen antara lain: (1) kepahaman tentang agama; (2) keteladanan
yang baik; (3) sabar; (4) kelembutan (lemah-lembut); (5) memudahkan dan
tidak mempersulit; (6) tawâdhu’; (7) murah senyum dan lembut dalam
bertutur-kata; (8) Kedermawanan; (9) memiliki kesedian untuk melayani
dan membantu keperluan orang lain. Dan inilah yang secara keseluruhan
telah dimiliki oleh Rasulullah s.aw.
Dengan demikian, secara sederhana dapat kita simpulkan untuk
sementara, bahwa rahasia keberhasilan dakwah Rasulullah s.a.w., tanpa
harus mengabaikan faktor-faktor objektif sama sekali, lebihbanyak dtpang
oleh kompetensi kepribadian beliau sebagai seorang da’i, yang telah
megamalkan Islam yang didakwahkannya untuk dirinya sebelum mengajak
kepada orang lain untuk mengamalkannya dan memberi teladan yang baik
dalam menghadirkan isti’âb bagi dirinya, dan – kemudian — menularkannya
kepada para kadernya.
Untuk itu, dalam rangka meneladani dakwah Rasulullah s.a.w., kita -–
utamanya warga Muhammadiyah – perlu selalu mengup-grade kompetensi
keberagamaan dan isti’âb kita masing-masing, untuk kemudian kita
sinergikan menjadi sebuah kekuatan jamaah para da’i yang, di samping
memiliki kehandalan teknis-manajerial, juga kepribadian yang prima.
Insyaallah dengan pembinaan dan pengembangan sistemik dan sistematik,
kita akan menjadi pelaku-pelaku dakwah yang handal dan ditunggu-tunggu
kehadirannya oleh umat, kini dan masa depan.
Semoga Bermanfaat.
sumber http://muhammadramahray.blogspot.com/2012/09/menyingkap-rahasia-keberhasilan-dakwah.html
sumber http://muhammadramahray.blogspot.com/2012/09/menyingkap-rahasia-keberhasilan-dakwah.html
Comments
Post a Comment