Skip to main content

Pentingnya Muru'ah bagi Pengembang Dakwah


Hari ini ada sebuah pelajaran yang berarti bagiku dalam proses pencitraan sebagai seorang pengemban dakwah di tengah-tengah masyarakat yakni pentingnya sifat muru'ah (menjaga kehormatan/kewibawaan) sebagai seorang pengemban dakwah. Hari ini, tepatnya rabu/12 September 2012 ada sebuah tatapan mata sinis yang mengarah kepadaku ketika melaksanakan sholat sunnah 2 rakaat setelah sholat dhuhur,
tatapan sinis dari bapak RW tersebut seakan menjadi sebuah tatapan sinis yang penuh makna dan kritikan bagi diriku. Pasalnya saat itu aku datang menunaikan sholat dhuhur secara berjamaah tanpa menggunakan songkok, sementara disisi lain rambutku sudah mulai agak panjang. Tatapan sinis yang penuh kritikan tersebut membuatku kembali berfikir akan pentingnya sifat muru'ah (menjaga kehormatan) bagi seorang pengemban dakwah. Memang, tidak tepat mengukur kepribadian seseorang berdasarkan penampakan fisiknya, termasuk pula pakaian yang dikenakannya. Mengingat unsur pembentuk kepribadian adalah pola pikir dan pola sikap. Namun dalam konteks ini, kita tidak sedang berbicara kepada makna kepribadian itu sendiri, mengingat masih banyak cara berfikir di dalam masyarakat yang bersifat dangkal. Tetapi kita berbicara mengenai eksistensi kita sebagai seorang pengemban dakwah yang hendak meraih kepercayaan umat.

Sifat muru'ah ini memang sangat penting bagi seorang pengemban dakwah karena hanya dengan sifat ini maka perkataan dan dakwah yang dilaksanakannya akan memperoleh tempat dihati masyarakat, sifat muru'ah yang menghiasi diri pengemban dakwah menjadikannya sosok terpercaya. Memang untuk ukuran lingkungan tempat tinggalku, saya belum sepenuhnya mampu menjadi sosok pengemban dakwah yang ideal. Hal itu disebabkan karena lingkungan tersebut membuatku terasa sulit untuk berubah mengingat sejak kecil aku tinggal ditempat tersebut hingga dewasa. tetapi bagaimana pun harus dilakukan upaya penimbulan citra di dalam diri ini agar dapat menjadi sosok pengemban dakwah yang ideal di lingkungan tempat tinggal, setidaknya secara perlahan demi perlahan usaha tersebut ditempuh dan salah satunya adalah berusaha membangun sikap muru'ah bahwa kita ini adalah seorang pengemban dakwah yang sudah mulai berproses, bukan anak kecil lagi sebagaimana masa-masa yang telah dilewati di kampung tempat tinggal tersebut. Hal ini memang membutuhkan proses untuk membangun pencitraan tersebut.

Moment yang aku alami sewaktu sholat dhuhur tersebut menjadi sebuah sindiran halus bagiku, bahwa jika kita ingin membangun sifat muru'ah di dalam diri adalah dengan menggunakan songkok dan sarung ketika hendak melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Di sisi lain juga secara perlahan demi perlahan mengembankan sifat muru'ah lainnya agar kita dapat memperoleh kepercayaan di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu, sifat muru'ah sangat penting bagi seorang pengemban dakwah, utamanya bagi mereka yang berkeinginan untuk menegakkan Syariah dan Khilafah. Hal tersebut lumrah karena bagaimana mungkin kita bercita-cita ingin menegakkan syariah dan khilafah, sementara kita tidak dapat memimpin dan meraih kepercayaan umat. Kepercayaan umat adalah modal dasar bagi proses perubahan untuk dapat menggiring dan mengarahkan mereka pada langkah perjuangan ini. Maka, sejak saat ini harus aku ikrarkan bahwa saya tidak akan pergi melaksanakan sholat secara berjamaah di masjid lingkungan tempat tinggal saya, kecuali dalam kondisi yang lengkap yakni menggunakan pakaian dan celana yang rapi dan bersih, sedapat mungkin juga menggunakan sarung, serta tentu yang tidak boleh terlupakan adalah harus memakai songkok/kopiah.

TERIMA KASIH ATAS TATAPAN SINIS YANG MEMBERIKAN KRITIK ITU.
"Allah Maha Indah dan Sangat Menyukai Keindahan"

sumber http://muhammadramahray.blogspot.com/2012/09/pentingnya-muruah-bagi-pengembang-dakwah.html

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Antara Khuluq dan Khalq

Kata khuluq berarti suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau direncanakan sebelumnya.

Mendoakan Orang Lain

Seperti biasa, pada sepertiga malam terakhir, Sayyidah Fathimah — putri kesayangan Rasulullah saw senantiasa melaksanakan shalat tahajud di rumahnya. Terkadang, ia menghabiskan malam-malamnya dengan qiamu lail dan doa . Hasan bin Ali, putranya, sering mendengar munajat sang bunda.