Skip to main content

Hadist-hadist Palsu Seputar Ramadhan

Setiap Ramadhan, para penceramah mendapat tambahan kesibukan. Mereka diundang ke berbagai tempat untuk berceramah seputar puasa dan Ramadhan. Agar ceramahnya memiliki bobot ilmiah, mereka banyak mengutip dan menguraikan maksud ayat-ayat Alquran, Hadis atau kata-kata hikmah para ulama. Hadis-hadis yang mereka sampaikan bervariasi kualitasnya, ada yang shahih, hasan, dhaif, bahkan ada yang sangat dhaif sekali, yaitu hadis-hadis yang dikategorikan sebagai maudhu, matruk, munkar, dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui hadis palsu berkaitan dengan Ramadhan, berikut akan dituliskan minimal tujuh hadis maudhu (palsu) atau matruk (semi palsu) agar dapat diketahui kepalsuannya, sehingga tidak disebut- sebut lagi dalam ceramah-ceramah Ramadhan.
Hal itu mengingat ada Hadis Nabi SAW: Siapa yang meriwayatkan hadis dariku sedangkan dia tahu bahwa hadis itu dusta, maka dia termasuk salah satu dari para pendusta (HR Ibn Majah). Dalam Shahih Bukhari juga disebutkan bahwa Nabi SAW besabda: Orang yang sengaja mendustakan aku, siap-siaplah ia untuk masuk neraka.
1. Ramadhan diawali rahmat
Hadis ini selengkapnya seperti yang populer di masyarakat adalah: Bulan Ramadhan diawali rahmat, tengahnya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari neraka.
Hadis tersebut diriwayatkan al-Uqaili, Ibn Adiy, al-Khatib al-Baghdadi, al-Dailami, dan Ibn Asakir. Menurut Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, hadis ini nilainya munkar, yaitu hadis yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang parah kekuatan hafalannya, pelupa, atau sering melakukan maksiat (fasiq).
Hadis munkar adalah termasuk hadis yang dikategorikan sangat lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah. Ia menempati ranking ketiga dalam urutan hadis-hadis yang paling parah kedhaifannya sesudah hadis matruk (semi palsu) dan maudhu (palsu).
Sumber kelemahan hadis ini adalah adanya dua orang rawi dalam sanadnya, masing-masing bernama Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin al- Shalt. Menurut kritikus hadis Ibnu Adiy (w. 365 H), Sallam bin Sawwar (Sallam bin Sulaiman bin Sawwar) adalah munkar al-Hadis.
Sedangkan Maslamah bin al-Shalt adalah matruk. Secara etimologis matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut disiplin ilmu hadis, matruk adalah rawi yang sehari-harinya pendusta dan ketika meriwayatkan hadis ia dituduh dusta. Hadis yang rawinya seperti itu disebut hadis matruk. Hadis matruk adalah ‘adik’ hadis maudhu (palsu), karena kedua-duanya lahir dari rawi yang pendusta.
Hadis ini juga diriwayatkan Imam Ibnu Khuzaimah dengan redaksi yang sangat panjang. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Ali bin Zaid bin Ju’dan. Menurut tokoh kritikus hadis Imam Yahya bin Ma’in, Ju’dan tidak dapat dijadikan hujjah. Menurut Imam Abu Zur’ah, Ju’dan tidak kuat hadisnya. Dan begitu pula menurut imam-imam yang lain.
Dalam kaidah ilmu kritik rawi hadis (Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil), rawi yang mendapatkan penilaian seperti yang di atas tadi, apabila ia meriwayatkan hadis, maka hadisnya tidak dapat dijadikan dalil dalam agama.
2. Tidak makan kecuali lapar
Hadis ini lengkapnya: Kami adalah orang-orang yang tidak makan sehingga lapar, dan apabila kami makan kami tidak sampai kenyang. Hadis yang sangat populer dalam ceramah-ceramah Ramadhan ini ternyata bukan hadis. Dalam kitab al-Rahmah fi al-Thibb wa al-Hikmah karya Imam al-Suyuthi disebutkan, ungkapan tersebut adalah perkataan seorang dokter dari Sudan.
Kisahnya begini, ada empat orang dokter ahli berkumpul di istana Kisra Persia. Kisra adalah sebutan untuk raja-raja imperium Persia. Empat dokter ini masing-masing berasal dari Irak, Romawi, India, dan Sudan. Di antara keempat dokter ini yang paling cerdas adalah dokter dari Sudan. Kepada keempat dokter ini, Kisra minta resep atau obat- obatan yang paling manjur dan tidak membawa efek sampingan.
Dokter dari Irak mengatakan, obat yang tidak membawa efek sampingan adalah minum air hangat tiga teguk setiap pagi ketika bangun tidur. Dokter dari Romawi mengatakan, obat yang tidak membawa akibat sampingan adalah menelan biji rasyad (sejenis sayuran) setiap hari. Sedangkan dokter yang dari India mengatakan, obat yang tidak membawa akibat sampingan adalah memakan tiga biji ihlilaj yang hitam tiap hari. Ihlilaj adalah sejenis gandum yang tumbuh di India, Afghanistan, dan Cina.
Ketika tiba giliran dokter dari Sudan berbicara, dia diam saja. Kisra bertanya, ”Mengapa kamu diam saja?” Ia menjawab, ”Wahai Tuanku, air hangat itu dapat menghilangkan lemak ginjal dan menurunkan lambung. Biji rasyad dapat membikin kering jaringan tubuh. Sekarang ihlilaj juga dapat membikin kering jaringan tubuh yang lain.”
”Kalau begitu menurut kamu, obat apa yang tidak mengandung akibat sampingan?” tanya Kisra kepadanya. Dokter dari Sudan itu menjawab, ”Wahai Tuanku, obat yang tidak mengandung akibat sampingan adalah Anda tidak makan kecuali sesudah lapar. Dan apabila Anda makan, angkatlah tangan Anda sebelum Anda merasa kenyang. Apabila hal itu Anda lakukan, maka Anda tidak akan terkena penyakit kecuali penyakit mati.”
Mendengar jawaban itu, dokter-dokter lain membenarkannya. Demikian penuturan Imam al-Suyuthi. Oleh karena itu, apabila ungkapan tersebut diklaim berasal dari Nabi SAW, maka ia menjadi hadis palsu.
3. Ramadhan setahun penuh
Teks hadis ini adalah: Seandainya umatku mengetahui pahala ibadah pada bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar setahun penuh menjadi Ramadhan semua. Hadis tersebut merupakan penggalan dari hadis yang sangat panjang yang diriwayatkan Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Ya’la, Imam al-Baihaqi, dan Imam al-Najjar, kemudian dinukil oleh Imam al-Mundziri dalam kitabnya al-Targhib wa al-Tarhib.
Hadis itu di dalam sanadnya terdapat rawi bernama Jarir bin Ayyub al-Bajali. Para ulama kritikus hadis menilai al-Bajali sebagai pemalsu hadis. Maka dengan demikian, hadis ini masuk dalam kategori hadis maudhu (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).
4.Tidurnya orang berpuasa ibadah
Teks hadis ini adalah: Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.
Hadis ini diriwayatkan Imam al-Baihaqi dari Abdullah bin Aufa al- Aslami. Di dalam sanadnya terdapat rawi-rawi yang lemah. Dan yang paling parah kelemahannya adalah rawi yang bernama Sulaiman bin Umar al-Nakha’i yang menurut al-Hafizh al-Iraqi ia adalah seorang pendusta. Karenanya, hadis tersebut nilainya maudhu (palsu) atau sekurang-kurangnya matruk (semi palsu).
Hadis ini sangat berpengaruh bagi perilaku orang-orang berpuasa, sehingga mereka pada siang hari malas beraktifitas dan memilih tidur karena menganggap tidurnya suatu ibadah.
5. Shalat tarawih delapan rakaat
Teks hadis ini: Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir. Hadis ini diriwayatkan Ja’far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al- Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma’in, adalah munkar al-Hadis (Hadis-hadisnya munkar). Sedangkan menurut Imam al-Nasa’i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu) lantaran rawinya pendusta.
6. Shalat tarawih 20 rakaat
Teks hadis ini adalah dari Ibn Abbas, ia berkata: Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir. Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu’jam al-Kabir.
Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadis-hadisnya adalah munkar. Imam al-Nasa’i mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu’bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).
Namun, perlu diketahui, hal itu bukan berarti shalat delapan rakaat atau dua puluh rakaat itu tidak boleh. Sebab yang dibahas di sini adalah bahwa hadis shalat tarawih delapan rakaat dan hadis tarawih dua puluh rakaat itu kedua-duanya maudhu atau minimal matruk. Jadi shalat tarawih dengan delapan rakaat atau dua puluh rakaat, kedua- duanya boleh dilakukan karena tidak ada keterangan yang konkret tentang jumlah rakaat shalat tarawih Nabi.
Keterangan yang shahih, Nabi Saw tidak membatasi jumlah rakaat shalat tarawih (Qiyam al-Lail). Misalnya hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a dimana Nabi mengatakan, ”Siapa yang shalat pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala Allah, maka allah akan mengampuni dosanya (yang kecil-kecil).”
Dan khusus bagi yang menjalankan shalat tarawih dua puluh rakaat, ada dalil tambahan, yaitu ijma (konsensus) para sahabat Nabi SAW, di mana pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab, Ubay bin Ka’ab menjadi imam shalat tarawih dua puluh rakaat, dan tidak ada satu pun dari sahabat Nabi yang memprotes hal itu.
7. Ramadhan tergantung zakat fitrah
Teks hadis ini berbunyi: (Ibadah) bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi dan tidak diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat fitrah.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Asakir dan ditulis pula oleh Imam Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-Wahiyat. Menurut Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, di dalam sanad Hadis ini terdapat rawi yang majhul (tidak dikenal identitasnya) dan matannya juga bermasalah. Sebab seandainya hadis ini shahih, maka itu berarti ibadah seseorang pada bulan Ramadhan tidak akan diterima oleh Allah sebelum yang bersangkutan mengeluarkan zakat fitrah.
Padahal tidak ada satu pun ulama yang mengatakan tentang hal itu. Karena zakat fitrah dan ibadah bulan Ramadhan, masing-masing berdiri sendiri tidak seperti wudhu dan shalat yang merupakan keterkaitan antara syarat dan masyrut.
Lagi pula zakat fitrah itu bila dibanding dengan ibadah bulan Ramadhan (puasa, tarawih, i’tikaf, membaca Alquran, shadaqah, memberi makanan untuk berbuka puasa, dan lain-lain), maka zakat fitrah terlalu kecil. Tampaknya tidak logis jika amanlan ibadah yang sekian besarnya tergantung pada ibadah yang sangat kecil.
Selanjutnya, setelah diketahui bahwa hadis-hadis tersebut adalah bermasalah karena nilainya palsu atau semi palsu, maka hadis itu harus dikubur dalam-dalam dan tidak boleh dimunculkan atau disebarluaskan kecuali dalam rangka untuk menjelaskan kepalsuan hadis-hadis tersebut seperti yang dimaksud oleh tulisan ini.

SUMBER http://muhammadramahray.blogspot.com/2013/07/hadis-hadis-palsu-seputar-ramadhan.html

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Antara Khuluq dan Khalq

Kata khuluq berarti suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau direncanakan sebelumnya.

Mendoakan Orang Lain

Seperti biasa, pada sepertiga malam terakhir, Sayyidah Fathimah — putri kesayangan Rasulullah saw senantiasa melaksanakan shalat tahajud di rumahnya. Terkadang, ia menghabiskan malam-malamnya dengan qiamu lail dan doa . Hasan bin Ali, putranya, sering mendengar munajat sang bunda.