Seorang santri yang sangat rajin mengaji di sebuah surau di Ranah Minang sana memiliki satu mimpi
dan mimpi itu terus saja menyambanginya, nyaris setiap hari dia ingin
berhaji! Dalam benak dan akal sehatnya, konsep mampu bukan berarti
finansial atau keuangan semata, tetapi juga mampu dalam hal potensi.
Dia berpotensi dan telah berusaha menuntut ilmu
agar ilmu itu dapat membimbingnya dalam beribadah, ter-masuk berhaji.
Dia pun sangat yakin bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang berdoa dan bersungguh-sungguh kepada-Nya. Dia pun dengan tekun mempelajari berbagai ragam bahasa.
Dia pelajari pula berbagai keterampilan hidup, seperti memasak dan
mengenal adat istiadat berbagai bangsa. Tak luput, pula dia pelajari
ilmu berniaga dan berwirausaha. Akhirnya, pada usia yang kedua puluh
tahun, waktu yang dinantinya pun tiba: dia akan memulai perjalanan
hajinya.
Banyak orang mencibir, bahkan pihak keluarga
pun turut mempertanyakan tekadnya itu. Maklum, mereka menyadari bahwa
mereka bukanlah keluarga yang berkecukupan. Apakah dengan bekal yang
seadanya itu dia akan dapat mencapai Tanah Suci sesuai dengan yang
diharapkan?
Diiringi keraguan kaum kerabat, ninik mamak, dan
handai taulan, berangkatlah dia menuju Malaka, sebuah negeri di
Semenanjung Malaysia. Dia menghabiskan waktu dua tahun untuk bekerja dan
berwirausaha. Lalu, negeri India dijelajahinya, kemudian Pakistan,
Afghanistan, dan akhirnya tibalah dia di Teheran, ibu kota Iran. Seorang
gadis Parsi dinikahinya dan bersama, mereka mencari peruntungan di
Isfahan. Pada tahun kelima, setelah keberangkatannya dari terminal Batu
Sangkar, tibalah dia di gerbang Kota Mekah.
Bagi siapa yang meyakini Allah akan membantunya, tidak ada hal di dunia
ini yang tidak mungkin. Syaratnya mudah saja, lillahi ta'ala, berdoa,
dan berusaha.
Siapa mengarahkan diripada sesuatu, dia akan memperhatikannya.
Siapa memperhatikannya, dia akan bersungguh-sungguh untuk mengetahuinya.
Siapa bersungguh-sungguh, dia akan mencurahkan tenaga untuk meraih manfaatnya. Dan siapa meraih manfaatnya, dia akan selalu bersamanya.
(Luqman Al Hakim)
Comments
Post a Comment