Sesungguhnya metode pembelajaran itu? Mohammad Athiyah al-Abrasyi
mendefenisikan metode mengajar dalam bukunya "Ruh al-Tarbiyah wa
al-Ta'lim: "Ia adalah jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada
murid-murid segala macam pelajaran,
dalam segala mata pelajaran. Ia
adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki
kelas dan kita terapkan dalam kelas itu sesudah kita memasukinya.
Berdasarkan beberapa rumusan metode, al-Syaibany merumuskan bahwa
‘metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang ter¬arah yang
dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran
yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan mu¬rid-muridnya, dan suasana
alam sekitarnya dan tujuan me¬nolong murid-muridnya untuk mencapai
proses belajar yang di¬inginkan dan perubahan yang dikehendaki pada
tingkahlaku me¬reka.
Selanjutnya dengan mengutip pendapat
Saleh Abd. Aziz Abd. Majid (dalam al-Tarbiyaú waturuq al-Tadrîs, jilid
I, halaman 242-283) dan pendapat Fikry Hasan Rayan (Al-Tadris: Ahdafuh
wa Ususuh wa Asalib Sataqwim Nata’ijih, al-Kaherah : Alam al-Kutub,
1968, halaman 18-23), al-Syaibany menawarkan beberapa metode yang
diklasifikasi dalam 11 kelompok antara lain Metode mengajar yang
berdasar pada alat-alat dan ba¬han-bahan yang digunakan padanya, seperti
metode kitab, me¬tode perpustakaan, metode laboratorium, dan metode
proyek.
1. Metode-metode yang berdasar pada cara yang
diikuti¬nya dalam mengemukakan fakta, seperti metode pertuturan, metode
lukisan-lukisan, metode contoh, metode lawatan ilmiah dan pelajaran,
metode partisipasi untuk latihan, dan lain-lain.
2. Metode yang
berdasar pada penyusunan matapelajaran, seperti metode penyusunan masa,
metode penyusunan psikolo¬gik, metode penyusunan logik, metode
penyusunan mengikut perkara, matapelajaran, unit pelajaran, atau
mengikut masalah kehidupan.
3. Metode berdasar pada tujuan yang
dituju oleh guru, seperti metode nasihat, petunjuk dan bimbingan, metode
latihan, metode menikmati dan apresiasi, metode pemikiran, kesimpulan
dan analisa, metode penaksiran (diagnose) dan metode pengem¬bangan
pengalaman.
4. Metode yang berdiri atas tujuan murid, seperti metode penyelesaian masalah, metode proyek.
5. Metode berdasar pada hubungan timbal-balik antara murid dan guru,
seperti metode pengangkatan, metode pelajaran terarah, metode proyek
yang dipilih dengan bebas.
6. Metode berdasar pada hubungan
timbal-balik antara murid-murid satu sama lain, seperti metode kegiatan
perseorang¬an, metode kegiatan panitia, metode kegiatan dalam
bilik-darjah, dan metode kegiatan kerjasama (cooperation).
7.
Metode-metode berdasar pada derajat keturut-sertaan (participation)
murid-murid pada proses pendidikan, seperti me¬tode persembahan bersama
murid-murid, metode keturut-sertaan tersusun dari murid-murid, metode
memperdengarkan bersama dan metode kegiatan dari pihak murid-murid.
8. Metode yang berdasar pada derajat kebebasan berfikir, seperti metode
autokrasi atau tangan besi, metode pengambilan kesimpulan dari awal,
metode mengambilan kesimpulan terpim¬pin dan metode percobaan
(experimental).
9. Metode yang berdasar pada cara yang digunakan
dalam ulangan dan penilaian, seperti metode lisan (oral), metode
la¬poran tertulis, dan metode ujian tertulis.
10. Metode yang berdasar pada pancaindera luar, seperti metode penglihatan, metode pendengaran, dan metode gerakan.
Dari sebelas kelompok metode di atas, ada beberapa metode yang umum
digunakan antara lain (1) Metode pengambilan keputusan (induktif), (2)
Metode perbandingan (Qiyasiah / deduktif), (3) Metode kuliah, (4) Metode
dialog: diskusi, tanya jawab, debat, (5) Metode Halaqah (lingkaran),
(6) Metode riwayat, (7) Metode mendengar, (8) Metode membaca, (9) Metode
imlak (dictation), (10) Metode hafalan, (11) Metode pemahaman, dan (12)
Metode lawatan untuk mencari ilmu. Selain itu, di pesantren klasik
telah dikembangkan pula metode sorogkan.
Jika dikaji lebih jauh dari wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT
kepada Muhammad SAW, maka akan dijumpai contoh metode yang erat dengan
perintah belajar (khususnya belajar membaca) Allah SWT berfirman:
artinya: (1). Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
(2). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3). Bacalah dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah, (4). yang mengajarkan manusia dengan
perantaraan Kalam, (5). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (Q.S. al-‘Alaq [96]:1-5).
Dari penegasan Allah SWT
seperti disebutkan di atas, menunjukkan bahwa untuk memberikan
pelajaran kepada manusia, al-Qur’an menggunakan antara lain metode trial
and error (coba-coba), peneladanan dan pengulangan. Hal ini Allah
lakukan untuk memberikan semangat dan kreatifitas dalam belajar, yakni
belajar dalam segala hal dan dari segala sumber pengetahuan. Selain itu,
ayat tersebut mengandung makna yang sangat mendalam bahwa segala
aktifitas kebaikan hendaknya didahului dengan “basmalah”.
Dalam
khazanah Islam terdapat The Grant Theory of Instructional Qur’anic
Method (Induk teori metode pembelajaran Qur’an) yang terdiri dari
beberapa metode, diantaranya adalah Metode Amal, Metode Kisah Qur’ani
(pendekatan histories), Metode Ibrah-Mauiíaú, Metode Pendidikan
Keteladanan, Metode Hiwar Qur’ani (tanya jawab, percakapan, dialog),
Metode Inaba (kembali) yang dapat digunakan dalam pembelajaran Qur’an
Hadist secara bervareasi. Berikut akan dipaparkan beberapa metode
pembelajaran itu, antara lain :
1. Metode Amal.
Makna
Amal dapat disederhanakan pengertiannya, yaitu mengumpamakan sesuatu
yang abstrak dengan yang lain yang lebih konkrit untuk mencapai tujuan
dan atau manfaat dari perumpamaan tersebut. Sedangkan Rachmat Syafe'i
menyebutkan bahwa Amåal adalah menampilkan arti yang tidak tampak dengan
penampilan bentuk inderawi, diramu dengan rasa indah dan mempesona,
baik dengan mengandung tasybih ataupun mursal. Contoh amal dalam
al-Qur’an adalah firman Allah:
Perumpamaan mereka adalah seperti
orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya
Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka
dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS. Al-Baqarah [2]: 17).
Untuk kepentingan di atas, guru hendaknya :
a. Memiliki pemahaman tentang amåal dalam al-Qur’an secara menyeluruh.
b. Mengetahui tujuan-tujuan paedagogis amal.
c. Mampu memilih tujuan paedagogis amal yang relevan dengan tujuan peiajaran yang disampaikannya.
d. Mampu mencari perumpamaan sendiri yang relevan dengan tujuan paedagogis amåal dan tujuan pelajaran yang disampaikannya.
Comments
Post a Comment